Ads 468x60px

Featured Posts

Sabtu, 26 Mei 2012

Diskusi Yuuk Ayah Bunda....


Selamat Sore ayah bunda…Tiba-tiba Saya jadi teringat dengan salah satu pengalaman saya saat menjadi observer di salah satu TK di Depok. Saat itu saya dapat amanah untuk menilai kesiapan anak bersekolah, ya semacam placement test gitu laah… (Subhanallah ya anak jaman sekarang, mau main-main di TK aja sudah pakai placement test dulu).  Waktu sesi mendongeng di dalam kelas, ada salah satu anak yang tidak mau duduk diam di kelas dan mendengarkan dongeng dari gurunya. Padahal menurut saya dongengnya cukup menarik kok…tapi ya namanya anak-anak, sekali pengen main, tetap main. Hehe, ternyata anak-anak juga punya idealisme, gak cuma kita-kita yang udah dewasa aja yang punya. Saat itu, gurunya sudah hampir putus asa minta anak itu buat masuk kelas. Pasalnya, setiap anak itu keluar, sang guru membujuk anak tersebut untuk masuk, beberapa menit kemudian, si anak memberontak lagi untuk keluar, sang guru pun membujuk anak untuk masuk kembali. Kejadian bujuk rayu-pun terjadi hampir 3x dengan ending sang guru putus asa dan si anak benar-benar tidak mau kembali lagi masuk kelas.
Melihat kejadian itu, saya yang  dari tadi terdiam di depan pintu kelas sambil mengamati kejadian tersebut (maklum karena posisi saya disitu sebagai observer, jadi saya gak berani tiba-tiba ikut nimbrung membujuk anak, takut dibilang mensabotase kerja guru,hehe) mulai tergelitik untuk mencoba membujuk anak. Masa sih ilmu psikologi saya gak bisa dipakai buat membujuk anak.
Entah kenapa, dari dulu saya selalu punya pikiran bahwa semua anak, anak TK sekalipun, pasti bisa diajak berdiskusi layaknya orang dewasa, dan membuat kesepakatan bersama. Saya-pun mendekati anak tersebut dan mulai mengajak dia mengobrol.
Saya: Kamu kenapa diluar kelas?kan yang lain sedang ada di dalam kelas dengerin guru mendongeng?
Anak: Aku mau main ini. (sambil menuju permainan puteran, gak tahu apa nama persisnya, tapi bentuknya seperti mangkok, ada setirnya ditengah, dan kalau setirnya diputer, mangkoknya juga akan muter.)
Saya: Yaudah…boleh main, tapi 10 putaran saja yaa…habis itu balik lagi ke kelas dengerin gurunya.
Anak: Iya.
Saya : Oke, satu, dua, tiga…. (Sambil harap-harap cemas apakah anak akan mengikuti kesepakatan kecil yang sudah kita buat bersama-sama atau tidak, sayapun menghitung setiap putaran dengan serius, tujuannya sih agar dia tahu kalau saya serius dengan kesepakatan itu.)
Delapan, Sembilan, sepuluh….yup! sampai putaran kesepuluh, dan Subhanallah… tanpa diminta anak benar-benar menghentikan permainannya pada putaran kesepuluh. Saya kemudian mengingatkannya untuk masuk kelas.
Saya: Oke, sudah putaran kesepuluh, tadi apa janjinya, mau masuk ke kelas kan?
Anak: Mengangguk dan tanpa diminta langsung turun dari permainan puteran itu, lalu masuk ke kelas.
Waah…betapa bahagianya saya ketika itu, bahkan saya yang mengusulkan kesepakatan itupun tidak menyangka anak tersebut akan memenuhi kesepakatan kecil kita. Pelajaran sederhana yang bisa kita ambil dari cerita diatas adalah bahwa anak-anak juga ingin didengar, dimengerti, dan diizinkan mengutarakan keinginannya. Hayooo ayah bunda, sudahkah kita mendengarkan keinginan anak kita selama ini?

Jumat, 20 April 2012

Kecil-Kecil Suka Baca, Udah Besar Nggak Ada Duanya !

Percayakah Anda? Membaca dapat membentuk karakter anak sekaligus mengasah kecerdasannya, terutama jika yang anak baca adalah tulisan-tulisan positif yang bisa mengajarkan bagaimana berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana caranya? Orangtua bisa mengajari anak mengambil intisari dari bacaan, berdiskusi tentang isi bacaan, membayangkan objek tulisan, juga berempati dengan memposisikan diri sebagai salah satu tokoh dalam tulisan yang dibaca. Jika ini terus dibiasakan, daya nalar dan kepekaan anak terhadap lingkungan sekitar akan semakin tajam seiring bertambahnya usia. Tidak perlu yang berat, orangtua bisa memulai dengan memberikan bacaan-bacaan ringan bergambar untuk anak. Berikut beberapa tips yang bisa diterapkan orangtua untuk membiasakan anak membaca:

  • Sejak dalam kandungan, sering-seringlah membacakan anak bacaan-bacaan yang positif. Sebab ketika anak berada dalam kandungan, indera yang paling cepat berkembang adalah pendengaran. Jadi yakinlah bahwa anak mendengarkan cerita kita dan semoga pesan-pesan positif dari kita tertanam dalam dirinya J
  • Ketika anak sudah semakin besar, ajak anak membaca bersama. Ciptakan suasana yang menyenangkan sehingga anak selalu menantikan saat-saat membaca bersama orangtua. Misalnya, diselingi dengan bermain peran, mendendangkan isi bacaan, sambil mendengarkan musik instrumental, membacakan buku yang menyajikan gambar dengan warna-warna mencolok, dan sebagainya. Kami yakin para orangtua lebih tahu lagi tentang ini J. Satu hal yang tidak kalah penting, hindari saat-saat anak merasa lelah ketika mengajaknya membaca. Sedikit banyak, ini bisa mempengaruhi antusiasmenya dalam membaca bahkan dalam jangka waktu yang panjang.
  • Poin terakhir, yang merupakan hal utama tapi mungkin sering terlupa, jadilah teladan bagi anak. Orangtua yang ingin anaknya rajin membaca, sudah seharusnya mencontohkan anak untuk rajin membaca. Bukankan buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya?
Jadi, tunggu apa lagi? Selamat mencoba, para orangtua!! J

Kapten Cilik: Rumah Pengembangan Karakter Anak
Fb : Kapten Cilik
Twitter : @kaptencilik2011



Senin, 19 Maret 2012

Belajar Tanggung Jawab (3)

Sebagai orangtua, kami yakin bahwa ayah dan bunda selalu mengupayakan aturan yang terbaik untuk melatih kebiasaan – kebiasaan baik pada anak. Tapi pada kenyataannya terkadang ada saja anak yang berat untuk mematuhi aturan yang diberikan oleh orangtua.

Untuk kondisi seperti ini, ada dua hal penting yang bisa kita lakukan. Pertama, sebelum memberlakukan aturan, sebaiknya orangtua meminta persetujuan anak. Dengan kata lain, diperlukan kesepakatan yang perlu diarahkan orangtua agar disetujui oleh anak. Kedua, saat anak tidak mematuhi apa yang telah disepakati bersama, biarkan anak merasakan akibat dari perbuatannya yang melanggar aturan tersebut. Misalnya: Orangtua dan anak telah bersepakat bahwa anak akan menggosok gigi setiap sebelum tidur. Ketika anak tidak mau menggosok giginya meskipun telah diingatkan, beritahu kembali anak akibat yang akan ia dapatkan jika tidak mau menggosok gigi sebelum tidur (cth: sakit gigi). Saat hal ini terjadi secara berulang-ulang dan anak merasakan sakit gigi, biarkan terlebih dahulu hingga anak yang langsung memberitahu Anda bahwa giginya sakit. Dengan begini, anak dapat merasakan langsung akibat dari pelanggaran kesepakatan yang telah dibuat bersama-sama. Hal ini mengajarkannya untuk bertanggung jawab atas apa yang sudah ia sepakati. Selain itu, ia juga akan lebih meyakini bahwa kebiasaan yang diarahkan oleh orangtua tersebut adalah kebiasaan yang baik dan perlu diikuti.

Baca juga: belajar bertanggung jawab lewat hal sehari-hari (1) , uang saku sebagai media belajar bertanggung jawab (2)


Elsa Ridwan, S.Psi

Kapten Cilik: Lead the Little Hero!

Fb: Kapten Cilik
Twitter: @kaptencilik2011

Rabu, 14 Maret 2012

Minta Lagi, Minta Laagi...


Pernahkah Anda mengalami ini? Ketika bepergian anak seringkali merengek minta dibelikan mainan. Namun belum cukup tiga hari anak sudah merengek lagi minta dibelikan mainan baru yang serupa. Perihal, mainan yang baru dibelikan tiga hari sebelumnya sudah rusak atau bahkan hilang. Ya, beberapa diantara para ayah dan bunda mungkin ada yang mengalami hal ini. Tidak cuma mainan, bisa saja alat tulis, aksesoris, atau “perkakas-perkakas” anak lainnya.
            Kalau sudah begini biasanya para orangtua yang tidak tega mendengar anaknya menangis atau merengek segera membelikan pengganti barang-barang yang rusak atau hilang itu. Lalu, bagaimana kelanjutannya? Tidak kita pungkiri, terkadang barang-barang itu kembali rusak atau hilang. Nah lho...bagaimana ya cara mengatasinya?
            Ayah dan Bunda, memang benar terkadang sulit bagi kita untuk mengabaikan anak yang sedang menangis meminta sesuatu kepada kita. Beberapa diantara kita pun tidak jarang segera mengabulkan permintaan anak semata-mata karena malu jika orang lain mendengar tangisan anak. Padahal, ”tega” untuk menolak permintaan anak adalah salah satu poin penting untuk mengajarkannya tanggung jawab. Lebih baik lagi jika para orangtua membuat kesepakatan dulu dengan anak sebelum mengabulkan permintaannya. Misalnya, bersepakat bahwa anak akan merawat barang yang akan dibelikan orangtua. Atau bisa dengan kesepakatan untuk tidak membelikan yang baru jika anak tidak merawat barang yang dibelikan dengan baik. Tentu saja, untuk poin yang ini kita perlu mengapresiasi usaha anak untuk merawat barang yang sudah orangtua berikan tersebut. Jika barang tersebut hilang bukan karena kesalahan anak, suatu waktu orangtua bisa membelikannya lagi sebagai reward.
            Dengan upaya-upaya ini anak akan belajar bagaimana bertanggung jawab atas perbuatannya dan melatih anak untuk menghargai jerih payah orang lain hingga ia dewasa kelak. Insya Allah.
            Selamat mencoba!

Elsa Ridwan, S.Psi

Selasa, 28 Februari 2012

Belajar Tanggung Jawab melalui Hal-Hal Sehari-hari


1.  Mulai dari pagi hari, anak dapat belajar bertanggung jawab dengan bangun pagi sendiri. Jadikan Jam beker sebagai hadiah istimewa di hari ulang tahunnya, ini akan membuat anak antusias untuk bangun pagi sendiri.
2.  Atur jadwal si kecil bersama-sama. Kalau biasanya orang tua yang mengatur jadwal anak, kini ajak anak berdiskusi dan mengatur  jadwalnya sendiri. Tugas orang tua hanya mengarahkan, agar anak tidak menghabiskan waktunya hanya untuk bermain seharian.
3.  “Ambil makan sendiri, tapi harus dihabiskan yaa…!!” Dengan mengambil makan sendiri, anak akan belajar untuk mengukur kebutuhannya, dan belajar bertanggung jawab menghabiskan makanan yang sudah dia ambil. Orang tua harus konsisten dalam menerapkan aturan ini, jangan sampai anak dibiarkan membuang sisa makanan yang sudah dihabiskan. Tidak masalah jika sesekali anak masih terlalu banyak mengambil makanannya dan membuatnya terlalu kenyang untuk menghabiskan makanan tersebut. Namun orang tua harus terus memotivasi anak agar selanjutnya anak dapat mengambil makanan sesuai kebutuhannya. Oya, dalam aturan ini, anak boleh tambah makanan lagi jika terlalu sedikit mengambil makanannya sehingga masih merasa lapar. Tentu saja dengan aturan yang sama, “yang penting dihabiskan!”.
4.  Si kecil mendapat hukuman di sekolah karena terlambat datang, tidak mengarjakan PR, atau mendapat nilai merah saat ujian?? Anda tidak perlu ikut-ikutan memarahinya, karena hal ini hanya akan membuat anak semakin BETE. Ajak anak berdiskusi, tanyakan bagaimana rasanya saat dia di hukum, arahkan anak bahwa yang dilakukannya itu merugikan dirinya sehingga anak tidak ingin hal itu terulang lagi.

Jadikan Uang Saku sebagai Media Melatih Tanggung Jawab Anak


Uang saku ternyata bukan hanya membuat anak merasa kenyang, namun juga membuat anak dapat belajar bertanggung jawab. Melalui uang saku anak akan belajar mengukur kemampuan dengan menyesuaikan antara uang yang ada dengan barang yang ingin dipenuhinya, selanjutnya anak akan belajar mengatur prioritas, dan membeli sesuatu yang memang benar-benar dibutuhkan saja, disinilah saat dimana anak dapat belajar untuk bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, apa yang dimilikinya, dan apa yang menjadi pilihannya. Hmm…ternyata banyak hal dapat dipelajari anak melalui uang saku, lantas bagaimana caranya agar kita bisa memberikan uang saku dengan tepat pada anak? Berikut beberapa tips yang bisa diikuti :
1.       Atur periode pemberian uang saku dengan konsisten (bisa perhari, perminggu, perduaminggu, atau perbulan). Sesuaikan dengan usia anak, semakin besar anak akan semakin bagus jika periode pemberian uang saku lebih panjang.
2.       Uang saku yang diberikan akan lebih baik jika mencakup semua kebutuhan anak, baik di sekolah maupun di rumah. Kebanyakan orang tua biasanya memberikan uang saku hanya untuk kebutuhan jajan anak di sekolah, ketika anak sudah berada di rumah, atau sudah bertemu orang tuanya anak dapat minta uang tambahan untuk membeli sesuatu yang dia inginkan. Pemberian uang saku seperti ini memang sudah mengajarkan tanggung jawab pada anak, namun tentunya tanggung jawabnya jauh lebih kecil dibandingkan anak yang diberi tanggung jawab uang saku selama satu minggu penuh dan mencakup semua kebutuhannya.
3.    Jumlah uang saku harus cukup, jangan sampai berlebih, karena hal ini membuat anak akan menggunakan uang tanpa berpikir terlebih dahulu, namun jangan sampai kurang, karena ini akan membuat anak merasa stress. Penentuan uang saku ini dapat dilakukan dengan menghitung rata-rata pengeluaran anak setiap harinya dari mulai uang jajan saat di sekolah, dirumah, sampai kebiasaan anak membeli barang-barang lainnya (alat tulis sekolah, buku bacaan, ataupun mainan). Orang tua juga perlu cermat dalam menghitung kebutuhan sehari-hari anak, jangan sampai anak menjadi terbiasa membeli barang-barang yang sebenarnya kurang dibutuhkan, dan akhirnya menjadi boros. Oleh karena itu, saat menghitung pengeluaran anak sehari-hari, orang tua hendaknya mencoret beberapa pengeluaran yang kurang penting. Untuk anak yang sudah lebih besar (usia 10 tahun keatas), penentuan jumlah uang saku juga dapat dilakukan dengan mendiskusikannya dengan anak. Anak diminta untuk menentuan berapa uang saku yang dibutuhkannya, tentunya dengan menyertakan alasan atau rincian kebutuhannya. Sedangkan orang tua tetap bertugas untuk menilai hal-hal apa saja yang memang menjadi kebutuhan anak.
4.       Lantas bagaimana jika suatu saat anak ingin membeli suatu barang yang harganya lebih dari uang saku anak? Jika memang barang yang ingin dibeli bukan kebutuhan yang mendesak, maka inilah kesempatan orang tua memotivasi anak untuk belajar berhemat dan menabung untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Orang tua juga bisa memacu anak untuk belajar berwirausaha sederhana untuk mendapatkan tambahan uang yang dia inginkan, seperti berjualan es lilin/puding di depan rumah, atau beternak hewan. Waah…menarik bukan?? Pembahasan lebih lanjut mengenai wirausaha ini akan kita bahas lebih dalam pada edisi “Menanamkan Jiwa Enterpreneur pada Anak”. Selamat Mencoba ayah dan bunda....Salam Hangat Untuk Kapten Cilik di rumah!

Erika Hapsari, S.Psi
Kapten Cilik : Lead The Little Hero!